Kamis, Juli 20, 2017

call you mine

"Do, i'm wondering since long time ago...", Tiara mengajukan sebuah pertanyaan pada Aldo.

"Emm.. Apa?", Aldo menghentikan suapannya sesaat.

"Are you... still into Dara?", Tiara merasa jantungnya berdebar kencang saat mengajukan pertanyaan ini pada Aldo.

"Kenapa bisa berpikir gitu?", Aldo malah balik bertanya.
Ami yang sedang bersama mereka juga mengamati dengan hati-hati.

Tiara berani juga.., gumam Ami.

"Ya wondering aja..", jawab Tiara asal cepat.

"Emm...", Aldo seperti berpikir.

Tiara merasakan jantungnya semakin berdebar kencang.
Bego! Harusnya aku gak nanya gitu! Gimana kalau iya? Gimana kalau dia tau?  Atau gimana kalau enggak tapi dia udah ada orang lain dan dia jadi berpikir yang enggak enggak dan ilfil atau canggung sama aku nantinya? Aaaahrg.., Tiara menggerutuk dalam hatinya sendiri.

"Kalau gak mau jawab juga gak apa-apa, cuma kepo aja", sahut Tiara cepat. Seperti ada pisau yang menghujam jantungnya saat ini.
Sudah terlambat semua. Semua sudah habis, sepertinya. Tiara sudah menyerah dan menyesali pertanyaannya barusan sepenuh hati.

"Oh ya udah", Aldo melanjutkan makannya dengan senyum misterius.

"Kenapa sih, Ra, kepo tentang itu?", komentar Ami akhirnya. Ami agak sedikit merasa bersalah juga pada Tiara.

"Nope. Cuma kepo aja. Apa mungkin cowok bisa se-setia itu sama perasaannya.. I wonder, if it could be..", Tiara lega setengah mati karena akhirnya bisa menemukan alasan.

"Mungkin aja", jawab Aldo singkat.

Tiara kaget setengah mati dengan jawaban Aldo. Ami agak geli mendengar jawaban Aldo.

"It's heard that you are doubting all about guy's feeling. That's why you are always single", jawab Aldo dengan nada agak sinis.

"Aldo! Jahad!", Ami melotot.
Tiara juga melotot, kaget. Kali ini pisau yang tadi menghujam jantung Tiara seperti sudah mencabik cabik jantung Tiara hingga potongan kecil. Hancur.

"Aldo, yang kamu lakukan ke aku itu, jahat!", Tiara menirukan salah satu dialog film yang terkenal.

"Puk, puk, sabar ya, Ra..", Ami menepuk nepuk bahu Tiara sambil memberikan ekspresi kesal pada Aldo. Aldo hanya tersenyum geli sambil terus melanjutkan memakan hidangannya.
Tiara juga memberikan manyunnya pada Aldo, kesal, malu, sebal, semua campur aduk.

Aldo masih tetap tertawa kecil.
"I just wonder..", Tiara merajuk.

"Kamu harus bisa menilai orang secara objektif, Ra. Katanya calon psikolog. Jangan menilai seseorang dari gendernya. Aku ga suka feminist, apalagi yang dibutakan oleh stereotipe. Kamu feminist, ya? Aku baru tau", komentar Aldo.

"Udah, ah! Sebel!", Tiara makin kesal. Kesal pada Aldo dan pada dirinya sendiri.

"Ya udah", balas Aldo jutek sambil menyunggingkan senyum geli yang terlihat menyebalkan di mata Tiara.

Ami cuma geleng-geleng kepala. Ia seperti bisa membaca pikiran kedua orang di hadapannya ini.

"Aku ke toilet dulu", Tiara akhirnya pergi dari meja.
Ami segera memanfaatkan kesempatan ini.

"Kamu jahat banget sama Tiara", omel Ami pada Aldo.

"Itu jahat ya?", Aldo malah tak acuh.

"Kamu pinter. Bisa ngebaca kali kode sama gesture Tiara kali", Tyas memberi petunjuk Aldo.

"Iya kebaca", jawab Aldo.

"Terus kenapa jahat gitu jawabnya?", omel Ami.

"Segitu jahat ya?", Aldo malah balik bertanya.

"Au ah. Serah kalian aja", Ami menyerah.

Aldo mulai agak serius.
"Sayang aja rasanya, liat cewek baik, cantik, pinter, kaya, taat agama, tapi pemikirannya menjurus hampir jahat", Aldo akhirnya buka pendapatnya.

"Maksudnya?", tanya Ami, ingin memastikan.

Tiara sudah mulai datang terlihat dari jauh ia sudah mulai mendekati meja lagi. Ami agak canggung mulai mengalihkan perhatiannya dengan memakan lagi hidangannya.

Setelah duduk Aldo langsung serius kepada Tiara.
"Ra, you almost perfect, you know? Even nobody perfect, we should try to be better all the time, shouldn't us?", Aldo memberikan pendapatnya.

"Em.. So?", Tiara masih kesal, tapi agak senang juga disebut almost perfect.

"We should be better, so does our thougt and our heart..", Aldo mulai beropini. Tiara sudah merasakan, apa yang menjadi masalahnya.

"Kita mah sama temen, saling mengingatkan aja", tegas Aldo, sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, bergaya santai.

"Araso! Kamsahamida Oppa..", Tiara bergaya imut pada Aldo. Hatinya sedikit bahagia dan tenang. Tapi masih ada sedikit malu juga.

Ami yang melihat itu semua, tersenyum tenang, senyum seorang ibu.

"Jijik", Aldo yang tak suka gaya korea langsung memalingkan tubuhnya.
Ami dan Tiara tertawa bersamaan.

"Uuu... Ne oppa-eun jjajeung-eul neukkinda", goda Ami.
"Oppa ya...", Tiara malah tambah menggoda.
"STOP! Saya balik nih!", Aldo kesal bukan kepalang.
Ami dan Tiara makin geli. Tertawa.

"Hey, Ra. Saya kasih saran tambahan, kamu kalau mau segera punya pacar atau nikah jangan nonton korea terus. Nanti kamu makin banyak berkhayal, standar kamu ga akan nyampe nyampe ke cowok cowok yang ada di dunia nyata", omel Aldo.

"Siap! 86!", seru Tiara.

"Ah, jangan di dengar. Aku juga suka nonton korea akhirnya nikah juga", timpah Ami.

"Aku harus mendengarkan pengalaman suhu yang berpengalaman, dan tidak seharusnya mendengarkan jomblo long time acievement", Tiara membungkukan badan ala korea kepada Ami. Ami tertawa bangga. Aldo juga tersenyum sedikit geli.

Let me breath for a while, Ra. I'm on m myway to you. I'm burrying my past with your smile. Wait a little more, please.

Terinspirasi lagunya jefd benetah.

Rabu, Juli 12, 2017

cerita hari ini

kemana lagi aku harus bersembunyi?
kebenaran di muka bumi perlahan pergi
saat ini mudah sekali bagi kamu yang tak punya hati untuk tetap berdiri
bagiku sendiri, merasa memegang kebenaran seperti menggenggam bara api

akankah aku tetap disini?
sementara jejak kaki sudah bertebaran, mencari muaranya sendiri
seolah warna sudah tak berharga lagi
aku yang seperti pekat dimata si putih, aku yang memang jengah dengan kegelapan
seperti tersesat mencari jati diri, padahal sungguh hatipun dan yang diingini

nafas terus berlari, hingga ia tak mampu lagi
sementara lelah mulai menghampiri
akankah aku terus seperti ini
tersembunyi dalam tempurung tinta seorang diri
berakhir tanpa bisa untuk kembali

na'udzubillah