Kamis, Desember 28, 2017

riba, bulu mata, dan tabaruj

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, banyak sekali momentum atau tumbukan antara keinginan dan harapan, idealisme dan realita. Cuma, bedanya tiap orang, ada yang menganggap itu masalah besar, dan ada yang membiarkan berlalu begitu saja, serta ada juga yang mengambil keputusan.

Quarter life crisis? Part of?
Gak tau juga sih. Setelah Jonghyun Shinee kemarin bunuh diri, i'm think pretty more about quarter life crisis. Belum nikah, tidak bekerja, tidak lanjut s2, dan ini itu. Apakah ini quarter life crisis? Atau apa? Banyak artikel ilmiah dan populis juga bikin artikel tentang ini. But it isn't fulling pot. Crisis tiap waktu kehidupan pasti ada, tinggal cara kita melibatkan Allah saja, yang membedakan. Allah bukan sih prioritas kita?

Rindu Receh
Too cheap if i desire for some materials. Buat apa? Harus selalu disegarkan. Dengan teman receh maupun dinar. Yang penting mengisi tabungan kita kan, biar cukup buat ketemu Allah tanpa hijab. Apa atuh. Da makhhluk akhir jaman mah mau ngapain lagi. Kalau mengejar dunia, memang perlu belajar, apalagi buat akhirat.

~i'm on my way to you
resolusi receh menuju dinar: in a time ingin sekali nulis melibatkan kultus atau teori yang sudah aku pelajari.

maunya apa?

Kalau bertanya, maunya saya apa, banyak. Gak akan mungkin cukup satu hari buat mikirin dan nulisin itu semua? Apa yang benar-benar diinginkan oleh saya? Hem.. Saya jadi pengen beropini.

Sebenarnya kenapa kita harus menuruti keinginan kita? Buat apa? Biar bahagia? Sayangnya bahagia itu 'sederhana'. Dia tidak usah datang bersama 'keinginan kita yang mewah', em, atau mungkin lebih simpelnya, kebahagiaan tidak selalu datang bersama keinginan kita yang terwujud.
Bukankah sering sekali kebahagiaan datang bersama rasa syukur. Kita bersyukur apa yang sudah kita lakukan ternyata bermanfaat dan membawa kebahagiaan yang lebih luas daripada kebahagiaan diri kita sendiri. Rasanya... Gimana, ya? Terlalu sempit jika kita menilai kebahagiaan itu harus dicapai dengan keinginan yang terwujud, meski seringnya begitu.

Kalau sudah se-usia ini, rasanya saya udah bukan masanya berpikir, 'what's i really wanted to?'. Kalau berpikir, 'what should i do?', atau 'what must i do?'.

~tulisan lama, gak tau kapan, baru berani di post