Sering saya menulis harus ditemani musik atau lagu, karena inspirasi daya biasanya di inisiasi oleh lagu. Lagu sountrack korea, musik instrumen, musik musisi favorit biasanya gak bisa lepas kalau saya sedang membutuhkan ide atau moodbooster, dan hasilnya mungkin tulisan kita akan kurang lebih sama dengan mood musik atau lagu yang kita dengarkan.
Tapi ternyata hening juga bisa melahirkan konsistensi dan ketahanan menulis. Sejak menyelesaikan skripsi, saya sudah jarang menulis ditemani musik. Dengan ditemani musik mungkin saya bisa menulis selama 30-45 menit. Tapi saat tanpa musik saya bisa menulis 2-3 jam. Tapi headset tetap dipasang, sebagai tanda kita sedang serius dan tidak ingin diganggu ataupun menanggapi hal lain. Dan memang harus diakui, bahkan kebanyakan cerpen yang saya tulis (yang notabene melibatkan emosi) rampung tanpa musik.
Tapi, musik juga perlu untuk melahirkan inspirasi. Kalau melihat teori stimulus-respon dan hukum kekalan energi, pasti ada sebuah energi yang menjadi sumber energi, selalu ada transfer energi, dia tidak hilang tapi berubah bentuk. Sama hal nya tentang 'rasa' dari sebuah tulisan, ada 'rasa' di dalam sebuah lagu atau musik, kemudian berubah bentuk menjadi 'rasa' disebuah tulisan. Seperti kata @komikmoments (creator komik moments di line webtoon), kita harus bisa merasakan emosi dan ke-baper-an dari sebuah ide biar bisa bikin pembaca juga ikut baper. Kalau kita gak baper, gimana pembaca juga mau baper?
Saya menghayati lebih dalam lagi, ternyata keheningan bukan semata hanya keheningan. Ada suara daun yang bergesek, suara angin berhembus, kicauan burung, obrolan samar orang lain, suara decit pintu, suara deru kendaraan, suara gemuruh mesin, mereka semua terharmonisasi menjadi satu, random sound. Mungkin yang bisa mendefinisikan keheningan, hanya hati kita saja.
-senin pagi, hening yang tidak hening, pabrik berhenti sementara karena ada pemadaman PLN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar