Sebetulnya masih ajaib aja, sekarang (sudah tiga bulan lebih) udah jadi istri orang, bukan hanya jadi anak orang.
Sudah beberapa waktu (sampai beberapa saat sebelum ijab qobul), saya masih meragukan teori tentang cinta, apapun itu. Padahal uwe termasuk pemuja rasa loh ya. Hehehe. Tapi sejauh dan sebanyak yang saya tulis, mereka hanya berupa teori belaka. Masih ragu, apakah rasa itu benar-benar ada?
Sebelum beretorika, saya ingin menceritakan tentang bagaimana pernikahan ini bisa terjadi. Tidak akan terlalu detil, tapi mungkin bisa menggambarkan dinamika rasa yang terjadi selama prosesnya (wkwkwk, jijik banget bahasanya).
Saya tidak pernah menyangka akan menikahi laki-laki yang akhirnya menjadi suami saya ini, soalnya sama sekali gak kenal sebelumnya dan prosesnya begitu cepat. Bahkan sampai hari H, (atas saran sahabat saya) masih melakukan sholat istikharah, minta ditunjukan jalan terbaik. Kata teman sih, soalnya sampai sebelum ijab qobul, dia masih belum jadi jodoh, kalau udah ijab qobul, baru SAH. Akhirnya saya tidak berani jatuh cinta, dan berusaha keras agar tidak tergelincir kedalam rasa yang penuh drama. (Pak suami baca ga ya? Hahaha)
Saya sudah beberapa kali "dikenalkan" untuk proses menikah, tapi gak lanjut, akhirnya bikin biasa aja. Gak ngarep. Apalagi yang kali ini yang dikenalin(dibaca: pak suami), beyond of my world. Anak gaol banget, saya pikir pada saat itu.
Ah, anaknya ini kayaknya udah punya pacar deh. Cuma disuruh orangtua aja.
Dia gak mau juga gapapa.
Oh, iya.
Kurang lebih itu yang ada dipikiran saya saat pertama kali di kenalkan. Cuma bedanya, pada waktu itu, saya gak gugup sama sekali, jadi (agak) bisa diajak "ngobrol". Karena udah IKHLAS banget kali ya? Tapi justru dari ikhlas dan gak ngebet itulah yang akhirnya jodoh. Meski ga ada pacaran, pdkt, kenalan cuma nama doang, ga ada ngobrol sebelum Suami di "tembak" sama bapak. (Ini Bapak saya yang "nembak" Suami ya, INISIATIF SENDIRI, gak pake nanya pendapat saya dulu XD)
Terus uwe pas denger Suami setuju, i was thinking, Seuriously? Mau aja? Ga pake tapi?
Masih berasa mimpi itu. But, wait. Saya masih khawatir. Akhirnya, setelah beberapa waktu, saya ajuin aja ngajak taaruf dulu, takutnya doi mau nolak tapi ga enak, kan kalau udah taaruf terus ga cocok, ya masa mau dipaksa sih. Tapi ada conversation antara saya sama suami yang akhirnya memutuskan untuk melanjutkan proses. Dan proses pengenalan berjalan seiring (bahkan sampai sekarang).
Bismillahirahmanirahim
Saya yang agnostik soal cinta, akhirnya mau gak mau kalah lagi. I'm falling again.
Eh, belum jatuh deng, baru agak hampir mau kepeleset. Hahaha.
Dari situ, satu bulan depannya khitbah, kemudian satu bulan kemudian ijab qobul. Selama itu, saya masih berjalan hati-hati dan banyak dinasehati oleh guru dan teman-teman buat memperbanyak doa dan keihklasan. Jangan BAPER, belum ijab qobul, cyin!
Hikmahnya dari kisah ini:
- Jodoh itu benar-benar rahasia dan kuasa Allah.
- Saat titik paling ikhlas, itu saat paling didekatkan dengan Allah.
- Jangan baper, banyakin doa.
Dan mungkin masih banyak hikmah yang belum saya pungutin, on process yeorobun.
Mungkin setelah ini saya akan banyak menulis, karena saya sekarang aktivitasnya jadi ibu rumah tangga yang alhamdulillah Allah kasih waktu luang yang banyak. Tapi saya harus tetap ingat 5 perkara sebelum 5 perkara. Semoga ini menjadi hikmah juga buat semua.
Wallahualam bishowab..
Trivia part 1
- Saya dan suami baru tau nama masing-masing setelah proses bapak "NEMBAK"
- Saya dan suami sama sama anak pertama dari 3 bersaudara
- Saya dan suami sama sama golongan darahnya A+
- Saya dan suami lahir pada bulan yang sama
- Tempramennya kayaknya hampir mirip (ya gak paksu? :D)
- Saya dan suami beda usia 2 tahun
- Ternyata ada beberapa teman saya juga teman pak suami (yang awalnya saya kira kita beda dunia)
Cerita sudah menikahnya nanti saja ya :3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar