Sabtu, Agustus 13, 2011

Kalau Dinda Pergi Duluan....

Fira mencari-cari kertas tugas yang kemarin Bu Susan bagikan dikelas. Rian ingin meminjam untuk meng-copy-nya. Hingga akhirnya ia mengeluarkan map kertas dari tasnya, dan mencari kertas tugas itu. namun, ketika melihat sebuah kertas ulangan milik Dinda, Fira terdiam, menarik nafas dan matanya mulai berkaca-kaca. Tetesan air mata jatuh tepat di angka 80, skor ulangan Dinda saat itu.



"Fir.. Kapan hijrah?", Dinda tiba-tiba serius.
"Ya pokonya kalo aku udah siap."
"Siapnya kapan?"
"Pokonya nanti deh. Tenang aja deh ya. Nanti tau-tau kamu kaget liatnya."
"Kalo aku ga keburu liatnya?"
"He?"
"Kalau aku 'pergi' besok, gimana Fir?", wajah polos Dinda menatap Fira serius.
"Maksudnya?", Fira tak mengerti maksud Dinda.
"Iyaa.. kalau besok aku meninggal.."
"Kamu ngomong apa sih, Da?", Fira melotot.
"Yaa.. Umur kan gada yang tau.."
"Ih. Nyebelin yah!"
"Yee.. Kamu yang nyebelin, aku tanya baik-baik malah sewot."
"Habis kamunya nyeremin!"
"Eh, aku serius nih! Ga tau aku apa kamu duluan yamg yang meninggal. Tapi kan itu kewajiban. Kalo aku yang meningga duluan sih ga apa-apa, berarti kamu masih ada waktu buat menunaikan kewajiban. Kalo kamu yang meninggal duluan, gimana hayo?", Dinda pasang tampang serius.
Fira hening dan termenung sejenak.
"Kamu jangan sok nyeremin gitu ah! Aku kan jadi takut!"
"Terserah sih. Cuma aku kan sayang kamu..."
Fira kembali berfikir. Kemudian menarik nafas panjang. Kemudian terdiam untuk beberapa saat sambil melanjutkan aktifitas sebelumnya. Namun tiba-tiba....
"Bismillah... Da, nanti kamu mampir dulu ke rumah yah? Temenin aku bilang sama ibu..", Fira menatap serius wajah Dinda.
"Alhamdulillah.... Siap bos!", Dinda tersenyu puas dan senang.


*** 



Dia bidadari...
Indah dalam iman
Terjaga dalam akhlaq



Tuhan.. 
Jika dalam damainya ada terselip sedikit cemburuMu padanya
karena aku sempat mengharapnya, lebih saatku mengharapMu..
Ampuni kami.. Ampuni kami yang sempat tak menjaga hati... 
Sempat tak menjaga diri....


Biarlah sembah taubat ini terus terpahat seumur hidup.
Biarlah sesal ini hanya untuk dunia kami Rabb...
Mohon kami untuk akhirat yang penuh cinta dan ridhaMu...


Guntur menarik nafas.. 
Ya Rabb..  Pantaskah ku ukir puisi ini?
 Maaf Dinda, aku tak menjaga hatiku...
Astagfirullah..... Ya Rabb.. Ampuni aku...


***


"Mbaa.. Selalu doakan Dinda yaaah..", suara riang dibalik telepon itu menggambarkan jelas siapa penelponnya.
"Insya Allah sayang.. Doakan mba juga yaah.. Kita saling mendoakan..."
"Siap! Insya Allah... "


Meta menutup matanya, takut butiran bening itu segera menetes. Tidak sengaja membaca sms terakhir dari adik tersayangnya itu, Meta merasa hatinya tiba-tiba melankolis. RAsanya ingin menangis dan bersujud dihadapan Rabb..
Rabb... Terima ia disisiMu.. Ia wanita shalihah...
Siapa sangka adik kelasnya itu akan mendahuluinya "dijemput kasih sayang" Allah... Suara-suara riangnya, wajah semangatnya, rasanya rindu ingin bertemu gadis cantik itu. Dinda yang dulu hampir tiap dua sampai tiga hari sering menelponnya. Curhat, bertanya ini itu, dan sebagainya.


Dinda sayang mba Meta karena Allah.. Doakan Dinda terus ya mba... ^_^ 


Ketika membaca sms itu lagi, tanpa sadar airmata Meta harus menetes.


***


"Bunda... Sakiit...", Dinda merintih.
"Astagfirullah.. Kenapa sayang? Perutnya sakit lagi?", Bunda cemas Dinda menrintih pelan.
Dinda tak menjawab, mencoba menahan sakit.
"Bundaa.. Sekarang jam berapa?"
"Jam 10 sayang, kenapa?"
"Mau shalat dhuha yah?"
Bunda tersenyum membelai putri bungsunya. 
"Iya sayang.. Bunda bantu tayamum yah.."
Bunda pun membantu Dinda tayamum.
"Allahuakbar...", dengan lirih Dinda mengucapkan takbiratul ihram.
Bunda duduk di sofa. Menunggu Dinda sholat.


Lama bunda menunggu, tak ada takbir menuju ruku dari Dinda. Bunda mulai cemas dan memeriksa keadaan Dinda. Mata Dinda terpenjam. Bunda semakin khawatir dan memanggil dokter.




Bunda takan pernah lupa detik-detik itu. Putri kecilnya, yamg hendak beranjak remaja itu terlalu indah untuk dilupakan.
Bunda menambah sujud setelah tahajudnya.
"Ya Rabb..."
***


Evan membuka pintu kamar adik kecilnya.. Kamar itu kini sepi, dengan boneka kelinci di pojok kasur. Lama sekali. Rindu sekali ia pada Dinda. Kuliah diluar kota membuat Evan jarang bertemu Dinda. Apalagi sekarang. 
"Insya Allah kita ketemu lagi ya dek di jannah nya Allah..."


"Mas Evan! Kenapa Mas Evan gak mau kena salamannya sama Mba Meta?", Dinda kritis bertanya.
"Bukan gak mau, hanya menghargai. Kan bukan muhrim", Evan menjelaskan.
"Loh? Bukannya ga sopan yah?"
"Kata siapa?"
"Itu kan kaya jijik gitu mau kena tuh"
"Bukan gitu Adinda Ratusyifa, jadi perempuan itu amat berharga. Jadi kalo dipegang-pegang sama yang bukan muhrim, malah nantinya turun harga atau malah ga jadi berharga lagi, makanya hukum islam ngejaga perempuan banget dengan kalo salaman sama yang bukan muhrim jangan kena"
"Oooh.. Coba semua cowok kaya Mas Evan. Jadi kan dunia ini aman."
"Coba aja perempuan itu mau mengahrgai dirinya sendiri. Ngejaga pakaiannya. Ga pamer badan dan aurat. Ga godain cowok pake suara manja-manja.... Dunia ini pasti damai."
".....", Dinda terdiam.
"KEsindir yee?", Evan menggoda Dinda.
"Enak aja!", Dinda menyanggah, sambil pergi.
"Eh kemana?"
"Beli penutup badan dan aurat", jawab Dinda ketus.
"Alhamdulillah... Adek Mas yang paling cantik ini!"
"Iya lah! Masa Mas Anda mau dibilang cantik juga!", Dinda masih ketus.
***


Kakanda Rajasyaban. Anda membasuh tangannya sambil berniat berwudhu. Anda menahan dinginnya malam dan menikamti sejuknya air yang membasahi seluk beluk tubuh yang harus ia sucikan.
Saat menggelar sajadah, Anda terbayang wajah adik bungsunya. Dinda.


"Mas Anda ini yaaah.. Sholat subuh aja susah amat! Apalagi tahajud!", Dinda mencolek-colek pinggang Anda.
"Arrrgh! Apa sih ni anak!", Anda bangkit namun dengan nafsu amarah.
"Sholat Subuh Mas! Jadi imam kata Bunda!"
"Ah! Kamu aja!"
"Huu.. Emang mas mau di imamin cewek..", Dinda mengejek.
Anda hendak mecubit Dinda tapi Bunda langsung menegur ANda.
"Eh.. Kamu kan satu-satunya laki-laki dirumah.. Ayo, jadi imam!"


Anda menghela nafas panjang. Ada sedikit perih dalam hatinya. 


Mas sekarang Alhamdulillah tiap malam tahajud dek...


Anda memantapkan posisinya, menguatkan niat dan menyiapkan sepenuhnya diri untuk Allah.


"Allahuakbar..."




*sarijadi, 22:56 , 13 Agustus 2011
Dengan linangan airmata dan rasa sesak...
Semoga jadi pelajaran dan pengingat...






2 komentar:

  1. bagus pit..

    saran boleh sai?

    sepertinya terlalu naik di awal..
    langsung reuwas..
    hehehe..
    kalau, klimaksnya rada" belakang dikit gimana?
    :D

    BalasHapus
  2. jahahaha.. okeee.. tengjyu bebeb ... :)

    BalasHapus