Selasa, November 22, 2011

buat apa?

15 Maret 2008, jam 15.00
Mukaku terasa panas. Mungkin jika aku membawa cermin dan melihat bayanganku sendiri, aku dapat melihat wajahku yang merah. Bengkak. Mataku juga terasa perih, terasa agak sedikit basah dan hangat, deru nafasku seperti terburu namun tersendat. Aku tak bisa berfikir diksi apa yang harus keluar dari mulut ini, jangankan diksi, sepatah kata asal pun serasa tak bisa dan tak mau terungkapkan. Wanita kurus ini masih mengelus lututku. Aku berusaha menenangkan diri.
***
15 Maret 2008, jam 17.30
Aku segera merebahkan badan ini diatas kasur, masih dengan kostum yang sudah tadi aku pakai untuk mengarungi sedikit cerita dinamika hidup. Emosi yang tadi terluap masih sedikit tersisa. Buktinya dadaku masih terasa sesak, rasanya oksigen yang tersedia di kamarku ini masih kurang memuaskan paru-paruku untuk bernafas lega. Leher ini masih terasa sakit dan tercekat, rasanya masih ingin menumpahkan emosi yang tadi sudah membanjiri dada ini. 
"Astagfirullah.... Astagfirullah... Astagfirullah... Allah...", aku merintih kecil, mencoba ikhlas.

***
15 Maret 2008, jam 19.35
"Jangan sampai kita terlena..", tegas wanita dewasa disampingku, namun dengan nada yang lembut.
".....", aku masih tak bisa berkomentar.
"De.. buat apa sih kita melakukan ini? Capek-capek ngerjain tugas, presentasi, observasi, ngurusin laporan, ngurusin himpunan yang malah bikin pusing, kegiatan ini itu.... Capek ga sih?"
Aku tak bisa menjawab apa-apa lagi. Hanya butiran air hangat terasa mengalir deras di pipiku. Aku tak bisa mengeluarkan suara apapun, bahkan hanya sebuah gerungan pun. Aku menyadari, tapi masih malu mengakui.
Kurasakan belaian lembut itu di bahuku. Aku semakin tak kuasa menahan apa yang aku rasakan.  Entah perasaan apa, yang jelas aku menangis sekarang. Tertunduk. Jelas, aku sangat malu.
"Perasaanmu belum tentu berasal dari hatimu dek.. Bisa saja itu hanya tipudaya yang melemahkanmu.. Mungkin  iya kamu sudah melakukan kesalahan, mungkin iya juga kamu sudah merasa bersalah. Tapi coba kamu pikirkan dan resapi lagi, apa semua perasaan ini sudah benar? Apa kamu merasakan semua ini karena Allah?", wanita ini semakin mempertajam suaranya namun 
Hening. Elfa, kakak sulungku seolah membiarkanku sejenak untuk menenangkan diri.
"De.. Jangan terlalu terbuai.. Kalau kamu merasa kesulitan, mintalah bantuan... Minta bantuan Allah..."
Astagfirullah.... Ya Rabbana.... Maafkan aku... Bantu aku...
***
15 Maret 2008, jam 14.45
"Lo tau kan!", aku berteriak keras.
"Iya! Dan gue yakin banget, kalo emang ini harus di sidang!"
"Kalo lo emang pengen tetep kasus ini sampe di sidang, kenapa lo ga dateng kemaren pas musyawarah? Kemana aja lo?"
"Bukan masalah gue dateng apa nggak, tapi ini buat kedepannya! Kalo cuma diinegtin doang, bisa jadi kebiasaan! Fine, ini hal yang kecil, tapi kalo udah dikasih contoh ga diapa-apain, nanti malah keterusan! Yang lain juga mikir ga apa-apa! Lo mau hasil kaderisasi lo pelenyak pelenyek? Ga mutu?".
Darahku terasa mendidih.
Aku segera berdiri dan pergi meninggalkan forum.
***
16 Maret 2008, jam 10.12
"Oke, insya Allah dan mudah-mudahan ini yang terbaik ya...", semua yang hadir langsung mengamini.
"Baik, terimakasih semuanya.. Mohon maaf bila selama forum ini ada hal yang kurang berkenan dari pihak manapun, mari kita sama-sama mengikhlaskan, karena toh keputusan sudah disepakati dan memang tujuan kita sama, yaitu untuk himpunan kita yang lebih baik lagi kedepannya.", kini semua peserta forum mulai hening dan menghayati.
"Kita akhiri dengan bacaan hamdalah, istigfar, dan doa akhir majelis...", semua khusyuk dengan hatinya masing-masing.
"Terimakasih semuanya wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..", Agus akhirnya menutup forum kali ini. Aku melirik Dian diam-diam, perseteruan kami kemarin rasanya membuatku jadi sedikit canggung, tapi aku harus melakukannya! 
Aku akhirnya menghampiri Dian.
"Dian... Maafin aku yaa....", aku memeluk Dian erat.
"Sama-sama Fa..", tak banyak yang keluar dari mulut Dian. Namun setelah prosesi berpelukan yang cukup lama, kami pun saling memandang dengan senyuman penuh arti. Lebih berarti dari sebelumnya. Seperti ada rasa sayang yang begitu besar.
 Rasanya lega. Kalau kita lebih ikhlas dan melakukan semuanya karena cinta. Ya, terutama karena Cinta. 
Daaaan... Jika kita kita ingat dan berusaha, ditambah ikhlas, pertolongan itu akan kita sadari ada, tapi kadang dari arah yang sama sekali tak kita mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar