Rabu, Juni 24, 2015

Sedikit Berbagi dan Mencoba Memahami Religiusitas, Penalaran Moral, dan Perilaku Mencontek

sumber : http://www.fimadani.com/doa-agar-dilancarkan-urusan-dan-ucapan-doa-nabi-musa/
 
 
Nyusun skripsi tentang penalaran moral, religiusitas, dan perilaku mencontek emang bikin wawawiwaw. Berkali-kali, sama dosen yang bersangkutan, saya ditanya, emang nyambung ya konsep-konsep dari variabel yang saya usung. Salah seorang dosen sampe putus asa dan angkat tangan soal kerangka berpikir saya, saya masih belum mengerti sepenuhnya kenapa beliau sampe garuk-garuk dan mijit kepala sendiri pas baca proposal penelitian saya.

Setelah baca lebih banyak mengenai variabel-variabel ini, ternyata memang saya setidaknya jadi lebih sedikit memahami kenapa konsep saya ini bikin pening dosen tersebut. Eh sebut saja dosen ini adalah dosen A ya. Tapi dosen pembimbing saya bilang gak apa-apa, lanjut aja, kayaknya Dosen pembimbing skripsi saya, Dosen B dan C, percaya aja sama dosen penguji proposal saya, Dosen A. Padahal dosen A sendiri udah ngambek dan nyerah sama kerangka berpikir penelitian saya. Dosen A ini sangat gak setuju dengan variabel-variabel yang saya usung. Saya udah bilang sama dosen pembimbing B dan C bahwa dosen A ga setuju karena penelitian saya ini ga nyambung dan variabel religiusitas ini absolout. Dosen C bilang gak apa-apa, banyak juga kok yang meneliti tentang variabel religiusitas ini.

Yang bikin saya menyesal setengah hidup adalah tiap saya ditanya apa itu religiusitas, saya selalu jawab bahwa religiusitas itu adalah keberagamaan seseorang yang dilihat dari 5 aspek, pengetahuan agama, perasaan dalam menghayati agama, ritual agama, kepercayaan terhadap agama, dan dampak atau pemahaman konsekuensi yang terjadi ketika kita memeluk agama tersebut. That’s too old, girl. Rata-rata gak puas sama konsep beragama yang saya kemukakan. Apalagi ketika saya menjelaskan mengenai apa ada hubungannya mengenai ketiga variabel yang saya usung. Dan gak tau kenapa tiap sayya mau menjelaskan konsep religiusitas yang saya usung dalam penelitian saya ini, lidah saya kelu. Ffu.. Fu.. Ffu... Gemesy deh sama diri sendiri.

Bu Joefi bilang, penalaran moral itu, yang merupakan proses kognitif, sebelum menghasilkan sebuah perilaku, akan di proses dulu oleh perasaan moral kita. Setelah di proses oleh perasaan moral, hasil proses tersebut akan melewati keteguhan hati, dimana hasil proses kognitif dan afeksi kita tersebut kemudian baru dapat menjadi perilaku.

Mencontek bukan tentang perilaku yang direncanakan atau tidak, seseorang bisa mencontek, atau melakukan sebuah perilaku tertentu karena banyak hal. Terlalu banyak aspek yang berperan dalam suatu proses mental seseorang.

Awalnya saya pikir penalaran moral setara dengan religiusitas, ternyata ilmu itu tidak sesedikit porsi makan kucing. Belum ada penelitian yang menunjukan bahwa penalaran moral, yang menurut konsep Kohlberg, itu sebanding dengan religiusitas atau sifat keberagamaan seseorang. Kalau secara sempit sih saya pikir, masa sih orang beragama dan punya sifat keberagamaan yang kental tidak punya penalaran moral yang tinggi, atau tidak memiliki keadilan dan kemanusiaan yang tinggi. Bu Ifa bilang, bahwa konsep religius itu hanya buatan manusia, kita tidak pernah benar-benar bisa bilang bahwa seorang manusia itu taat dalam agamanya hanya diukur oleh seberkas instrumen religiusitas, sebesar apapun reliabilitasnya. Bukankah ketaatan seseorang hanya bisa dinilai oleh Tuhan? Bahkan malaikat saja hanya bertugas untuk mencatat amal manusia.


Hmm..

Sebetulnya saya juga ingin memperbaiki diri seutuhnya dari kekeliruan jalan berpikir saya. Tapi didorong oleh desakan orangtua yang ingin saya cepet lulus dan jangan ngerepotin diri sendiri, saya mencoba bertahan. Saya juga sebenarnya malas sih kalau harus edit skripsi dari awaaaaal banget. Jadi saya semakin keukeuh bertahan. Tapi sekarang, terutama di momen ramadhan ini, saya ingin memperbaiki diri jadi lebih baik. Saya gak mau lagi diam dalam kesalahan yang saya buat sendiri. Saya menulis ini, adalah sebagai latihan menyusun kata-kata buat ngomong ke dosbing bahwa saya mau berubah, memperbaiki kesalahan saya, yang ada di manapun, darimanapun.

Hem.. Semoga saya dikuatkan ya di jalan kebenaran ini.

Aamiin, insya Allah.


Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii
 
-Stasiun Bandung, suatu sore, di bulan Ramadhan 1436 H, hari ketujuh shaum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar