Minggu, Maret 27, 2011

Cerpen : Renungan Senja (fiksi)



Warna langit mulai menunjukan usianya pada hari ini. Semakin gelap, pertanda semakin udzur pula usia hari itu. Jalanan aspal yang tadinya berwarna ke-oranye-an, mulai pudar seiring masa. Petang telah tiba.
Burung sudah kembali pada sarangnya masing-masing. Begitupun aku yang masih
dalam perjalanan menuju sebuah tempat berkumpulnya anggota dari sebuah kelompok yang memiliki ikatan genetika yang dinamakan keluarga, kita sering menyebutnya rumah.


Kita tak penah tahu medan seperti apa yang akan kita temui dalam sebuah perja
lanan hidup, dan menjadi apa kita setelahnya. Semua bergantung hati. Hati yang berbolak balik oleh Sang Maha membolak balikan hati. 
Wahai Dzat yg meneguhkan hati teguhkanlah hatiku diatas agama-Mu...


Derapan langkah  pengiring senja seolah menjadi kawan sepi. Dalam hentakan, angan dan pikiranku mengawang tentang berbagai kenangan hari ini. Dalam manisnya sebuah keindahan, kudapati pula aroma rasa lain dari santapan kenangan hidup. Sebuah energi tersendiri bagi hati yang lemas tak bertenaga menggapai Cinta.


"Cantiknyaaa...", puji anak-anak kelasku ketika melihat salah seorang saudariku di kelas memutuskan untuk berhijrah menjadi muslimah sejati.
Dari kejauhan pun bisa terlihat pipi putihnya semakin merona dan mempesona. Pesona yang sejatinya telah terpancar dari rasa cintanya pada Rabb semesta untuk meninggalkan atribut keduniawian yang Tuhan tidak suka. Cantik akhlaknya semakin memancar jauh dari yang terdalam dalam diri saudariku, karena keikhlasannya dalam mentaati segala perintah Rabb Maha Pengatur Semesta. 
Sebuah kenikmatan sendiri saat berada di dekatnya dengan aroma dan udara yang menyejukan.


Sisi lain, dalam sebuak kerinduan pada sahabat lama. Saudariku nan jauh disana. Keterkejutan akan semua perubahan masih belum sirna. Prasangka-prasangka baik telah kucoba untuk datangkan dalam pikiran, namun sedikit rasa khawatirku tak lepas darinya. Tak kutanyakan secara langsung, namun dari gaya bicaranya yang tetap sama, seolah meyakinkan dia masih tetap yang dulu dan tak berubah, namun jiwa dari pesan konfirmasi saudariku sedang berkelana hingga sulit ku temukan kesejukan dalamnya. Yah, "mungkin hidup itu dinamis..", aku mencoba berdamai dengan idealisme yang ku yakini.


Gema dari speaker mesjid sekitar komplek telah mendengungkan ayat-ayat cinta Tuhan, menandakan sebentar lagi akan didengungkan pula adzan maghrib. Dalam ketidakpastian hidup yang aku jalani, aku harap semua kenangan dan ingatan yang aku miliki menjadi ilmu tersendiri bagiku. Dan semoga aku bukan termasuk orang-orang munafik. Amin.


Hening, dan bunyi deheman dari speaker mulai terdengar.
Panggilan shalat.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar