Selasa, November 06, 2012

nothing much better past

Aku dibesarkan dalam kesendirian yang aku syukuri, dan aku menari dalam kesunyian yang mengalun. 
Bukan atas inginku ketika angkuh adalah bagian dariku. Bukan senja saat ia tak hadirkan pilu. 
Namun ketika ia meronta meminta jerit atas lukanya.
Hanya sunyi yang dipersembahkan sang pandita. 
Bukankah diam itu emas? 
Bukankah cawan cinta itu telah lama retak dan rembeskan cinta yang berceceran, mengering, dan tak berbekas. 
Bahkan saat mega bentangkan putihnya....
Menari hanya dengan melodi. 
Tanpa genderang, tabuh, maupun tepakan. 
Bahkan ketukan tak bisa membuka pintu. 

Mengalun lagu yang sunyi, dengan desir angin memecah lara, membungkam rindu. 
Perlahan mereduksi masalalu dalam sebuah peti yang akan dikubur tanpa kembali.

Duhai.. Kepada siapa aku memuja?
Rantai ini terlanjur berkarat.
Sebuah jika yang takan merubah apapun.
Untuk melihat dan merasakan desir pasir yang terbawa ombak

Dan terlontar sebuah pertanyaan retorik, "Aku mencintaimu (?)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar