Rabu, Oktober 31, 2012

Manusia dan Siklus Kehidupan


Kehidupan akan terus berjalan. Waktu akan terus berlalu. Semua berakhir pada waktunya. Datang dan pergi adalah sebuah kepastian di dunia ini. Namun dimanakah kita akan datang setelah kita pergi?

Ibu saya sering berbicara “...Itulah dunia orang dewasa..”, ketika saya berkeluh kesah tentang ke-tidakideal-an kehidupan disekitar saya dengan apa yang saya pikir dan bayangkan. Sayang sering kali mengeluh pada diri saya sendiri (untuk menghindari komentar ibu saya yang kadang tidak sesuai dengan idealisme saya), kenapa waktu harus terus berlalu? Bergerak meninggalkan kenangan dan keindahan. Kalau kebahagiaan itu indah, kenapa harus berakhir?

Seringkali saya (atau mungkin kebanyakan orang di dunia) mengeluh tentang berakhirnya suatu hal yang menyenangkan. Keluhan itu bisa disampaikan ataupun hanya tersimpan dalam hati. Namun ternyata, ada makna di balik semua itu. (Tentu saja! Karena hidup itu berarti bukan?)
Ada sebuah ungkapan bahwa “Manusia yang baik lahir dengan tangisan dirinya dan senyum orang-orang sekitarnya. Dan dia pasti meninggal dengan tangisan orang-orang disekitarnya dan senyum dirinya”. Sedikit yang saya dapatkan, ini adalah siklus kehidupan. Sedih, senang, tangis, bahagia, mau tidak mau saya harus mengakui pendapat ibu saya bahwa itu adalah siklus kehidupan. Namun saya sering tidak puas dengan jawaban itu. Sehingga saya sering mempertanyakan kenapa harus ada siklus kehidupan?
Alasan paling masuk akal adalah keseimbangan. Dunia ini tidak kuat untuk menahan satu sisi kehidupan saja. Jika diisi oleh kebaikan dan kebahagiaan saja, cukup sulit untuk adanya perubahan yang dinamis (kecuali atas kehendak dan perintah Tuhan) karena sisi ini cenderung mudah puas. Sedangkan jika diisi oleh kejahatan dan kesedihan saja, maka dunia ini sulit terkendali karena sifat agresif dan ketidakpuasan dari kejahatan. Sedikitnya ini berhubungan, ketidakpuasan menghasilkan kesedihan, kesedihan yang tidak terkendali bisa menghasilkan kejahatan. (Disini saya membayangkan awal mula iblis menjadi jahat karena ke-tidakpuas-an iblis menjadi makhluk Tuhan yang paling sempurna,yang membuat iblis tidak mau sujud pada manusia atas perintah Tuhan. Dan akhirnya Tuhan mengusir iblis dari surga sehingga iblis sedih karena diusir Tuhan dari surga, dan mulai jahat pada manusia dengan menggodanya pada keburukan. Wallahualam.)
Dari sini saya juga sedikit membayangkan kenapa ada nafsu dan akal pada manusia. Nafsu adalah kecenderungan manusia kepada ketidakpuasan dan menjadikan manusia cenderung agresif. Sedangkan akal adalah kecenderungan manusia pada kebahagiaan (rasa bersyukur), dan menimbulkan pengendalian diri dalam diri manusia. Dan diantaranya ada kebutuhan biologis  manusia yang memang harus dipenuhi sebagai syarat berlangsung kehidupannya.
Namun, saya sedikit aneh, kenapa yang beredar di masyarakat (yang saya bayangkan) kebutuhan biologis kesannya mirip dengan nafsu (nafsu makan, nafsu birahi, dll). Akhirnya saya mendapat sedikit gambaran hubungan nafsu dan kebutuhan biologis. Ketika cadangan zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita berkurang, maka akan timbul “ke-tidakpuas-an” dalam organ-organ tertentu untuk di “isi” kembali. Maka, ke-tidakpuas-an ini lah yang menjadi titik hubungnya.
Saya juga mulai membayangkan betapa hebatnya manusia dengan 2 unsur ke-tidakpuas-an dan hanya 1 unsur kepuasan. Akhirnya saya menemukan 1 unsur yang membantu kepuasan yaitu hati nurani. Hati nurani adalah sumber kebaikan bawaan manusia yang diberikan Tuhan, dan kebaikan cenderung memeberi rasa puas.
Disini saya memulai ketakjuban baru pada manusia sebagai manusia yang Tuhan ciptakan sangat kompleks dan luarbiasa. Karena belum menemukan unsur lain yang menghasilkan kepuasan atau tidak dalam diri manusia, saya berani memberikan kesimpulan awal bahwa manusia adalah makhluk yang netral, memiliki 2 unsur ke-tidakpuas-an dan 2 unsur ke-puas-an.
Namun saya hampir melupakan iblis yang selalu menggoda manusia pada keburukan dan kejahatan. Manusia sebagai makhluk netral akhirnya harus melawan godaan iblis pada kejahatan. Dan saya mulai menyadari tugas hebat manusia, menebar kebaikan di dunia dengan 2 kebaikan, dan 3 unsur yang cenderung pada keburukan. Pantas saja Tuhan menghadiahkan surga pada manusia-manusia yang berhasil melakukan tugas itu.
Mungkin taktik sederhananya adalah meng-induksi sebagian unsur ke-tidakpuas-an untuk menjadikannya energi baru bagi kepuasan. Namun, sesuatu yang saya ingat adalah Tuhan tidak menyukai seseuatu yang berlebihan. Saya rasa dalam praktisnya perlu pembelajaran yang lebih mendalam mengenai hal ini.
Keseimbangan adalah menjadi jawaban singkat kenapa terjadi semua ini. Namun adakalanya keseimbangan ini harus berakhir di dunia. Karena didunia tak ada yang abadi. Akan tiba waktu dimana pembagian hadiah atas apa yang dikerjakan di dunia ini. Menjaga keseimbangan? Atau malah menerima semua dengan “apa adanya”?

Semua yang tercecer kadang perlu kita rapikan untuk memudahkan pencariannya. Begitu pula makna kehidupan yang tercecer, pelu kita rapikan kembali hikmahnya agar mudah kita cari ketika kita membutuhkannya.
Wallahualam bisshawab.
Bandung, Januari 2011

Didedikasikan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen : Drs. Dharma Kesuma, M.Pd



Tidak ada komentar:

Posting Komentar