Kehidupan akan
terus berjalan. Waktu akan terus berlalu. Semua berakhir pada waktunya. Datang
dan pergi adalah sebuah kepastian di dunia ini. Namun dimanakah kita akan
datang setelah kita pergi?
Ibu saya sering
berbicara “...Itulah dunia orang dewasa..”, ketika saya berkeluh kesah tentang
ke-tidakideal-an kehidupan disekitar saya dengan apa yang saya pikir dan
bayangkan. Sayang sering kali mengeluh pada diri saya sendiri (untuk
menghindari komentar ibu saya yang kadang tidak sesuai dengan idealisme saya),
kenapa waktu harus terus berlalu? Bergerak meninggalkan kenangan dan keindahan.
Kalau kebahagiaan itu indah, kenapa harus berakhir?
Seringkali saya
(atau mungkin kebanyakan orang di dunia) mengeluh tentang berakhirnya suatu hal
yang menyenangkan. Keluhan itu bisa disampaikan ataupun hanya tersimpan dalam
hati. Namun ternyata, ada makna di balik semua itu. (Tentu saja! Karena hidup
itu berarti bukan?)
Ada sebuah
ungkapan bahwa “Manusia yang baik lahir dengan tangisan dirinya dan senyum
orang-orang sekitarnya. Dan dia pasti meninggal dengan tangisan orang-orang
disekitarnya dan senyum dirinya”. Sedikit yang saya dapatkan, ini adalah siklus
kehidupan. Sedih, senang, tangis, bahagia, mau tidak mau saya harus mengakui
pendapat ibu saya bahwa itu adalah siklus kehidupan. Namun saya sering tidak
puas dengan jawaban itu. Sehingga saya sering mempertanyakan kenapa harus ada
siklus kehidupan?
Alasan paling
masuk akal adalah keseimbangan. Dunia ini tidak kuat untuk menahan satu sisi
kehidupan saja. Jika diisi oleh kebaikan dan kebahagiaan saja, cukup sulit
untuk adanya perubahan yang dinamis (kecuali atas kehendak dan perintah Tuhan)
karena sisi ini cenderung mudah puas. Sedangkan jika diisi oleh kejahatan dan
kesedihan saja, maka dunia ini sulit terkendali karena sifat agresif dan
ketidakpuasan dari kejahatan. Sedikitnya ini berhubungan, ketidakpuasan
menghasilkan kesedihan, kesedihan yang tidak terkendali bisa menghasilkan
kejahatan. (Disini saya membayangkan awal mula iblis menjadi jahat karena
ke-tidakpuas-an iblis menjadi makhluk Tuhan yang paling sempurna,yang membuat
iblis tidak mau sujud pada manusia atas perintah Tuhan. Dan akhirnya Tuhan
mengusir iblis dari surga sehingga iblis sedih karena diusir Tuhan dari surga,
dan mulai jahat pada manusia dengan menggodanya pada keburukan. Wallahualam.)
Dari sini saya
juga sedikit membayangkan kenapa ada nafsu dan akal pada manusia. Nafsu adalah
kecenderungan manusia kepada ketidakpuasan dan menjadikan manusia cenderung
agresif. Sedangkan akal adalah kecenderungan manusia pada kebahagiaan (rasa
bersyukur), dan menimbulkan pengendalian diri dalam diri manusia. Dan
diantaranya ada kebutuhan biologis
manusia yang memang harus dipenuhi sebagai syarat berlangsung
kehidupannya.
Namun, saya
sedikit aneh, kenapa yang beredar di masyarakat (yang saya bayangkan) kebutuhan
biologis kesannya mirip dengan nafsu (nafsu makan, nafsu birahi, dll). Akhirnya
saya mendapat sedikit gambaran hubungan nafsu dan kebutuhan biologis. Ketika
cadangan zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita berkurang, maka akan timbul
“ke-tidakpuas-an” dalam organ-organ tertentu untuk di “isi” kembali. Maka,
ke-tidakpuas-an ini lah yang menjadi titik hubungnya.
Saya juga mulai
membayangkan betapa hebatnya manusia dengan 2 unsur ke-tidakpuas-an dan hanya 1
unsur kepuasan. Akhirnya saya menemukan 1 unsur yang membantu kepuasan yaitu
hati nurani. Hati nurani adalah sumber kebaikan bawaan manusia yang diberikan
Tuhan, dan kebaikan cenderung memeberi rasa puas.
Disini saya
memulai ketakjuban baru pada manusia sebagai manusia yang Tuhan ciptakan sangat
kompleks dan luarbiasa. Karena belum menemukan unsur lain yang menghasilkan
kepuasan atau tidak dalam diri manusia, saya berani memberikan kesimpulan awal
bahwa manusia adalah makhluk yang netral, memiliki 2 unsur ke-tidakpuas-an dan
2 unsur ke-puas-an.
Namun saya
hampir melupakan iblis yang selalu menggoda manusia pada keburukan dan
kejahatan. Manusia sebagai makhluk netral akhirnya harus melawan godaan iblis
pada kejahatan. Dan saya mulai menyadari tugas hebat manusia, menebar kebaikan
di dunia dengan 2 kebaikan, dan 3 unsur yang cenderung pada keburukan. Pantas
saja Tuhan menghadiahkan surga pada manusia-manusia yang berhasil melakukan
tugas itu.
Mungkin taktik
sederhananya adalah meng-induksi sebagian unsur ke-tidakpuas-an untuk
menjadikannya energi baru bagi kepuasan. Namun, sesuatu yang saya ingat adalah
Tuhan tidak menyukai seseuatu yang berlebihan. Saya rasa dalam praktisnya perlu
pembelajaran yang lebih mendalam mengenai hal ini.
Keseimbangan adalah
menjadi jawaban singkat kenapa terjadi semua ini. Namun adakalanya keseimbangan
ini harus berakhir di dunia. Karena didunia tak ada yang abadi. Akan tiba waktu
dimana pembagian hadiah atas apa yang dikerjakan di dunia ini. Menjaga
keseimbangan? Atau malah menerima semua dengan “apa adanya”?
Semua yang tercecer kadang perlu kita
rapikan untuk memudahkan pencariannya. Begitu pula makna kehidupan yang
tercecer, pelu kita rapikan kembali hikmahnya agar mudah kita cari ketika kita
membutuhkannya.
Wallahualam bisshawab.
Bandung, Januari 2011
Didedikasikan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Filsafat Umum
Dosen : Drs. Dharma Kesuma, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar