Rabu, September 16, 2015

Hiatus, Flash Back, dan Teman

Yak! Memang beberapa waktu ini rasanya saya kurang produktif. Mungkin karena otak dan waktu saya rebutan antara nulis blog, cerita, atau skripsi. Rasanya sayang kalau mengerjakan hal lain selain skripsi. Selalu ada rasa bersalah. Tapi malam ini, terpaksa, dan sudah terlanjur!
Tadi pagi saya sengaja baca posting lama di blog saya, waktu jaman saya baru tingkat satu-dua kuliah. Idealisme yang yang saya tulis sangat kentara sekali, beda sekali dengan saya saat ini. Saya rasanya percaya gak percaya bahwa tulisan penuh idealisme terselubung itu adalah hasil pemikiran capruk saya. Malu sekali saat menyadari kalau tulisan saya belakangan ini gak jauh dari cerpen roman, penambah kadar galau penulisnya. *sigh*


Ya, saya akui. Sudah beberapa lama, saya hiatus dari aktivitas saya saat masa-masa produktif tersebut. Saya jadi lebih selektif memilih aktivitas apa yang harus saya lakukan, skala prioritasnya saya sudah seperti mainstream adult. Tapi, ekspetasi saya, dulu, sebelum hiatus, kalau dengan hiatus ini, saya bisa menjadi lebih mengenal diri saya, Tuhan, dan lingkungan saya. Ah, bohong! Kita mungkin kadang perlu 'semedi time' atau khalwat sama Tuhan aja. Kita juga perlu bergaul sama berbagai macam jenis dan tipe orang. Tapi kebutuhan itu tidak lantas harus membuat kita 'hiatus' di jalan perjuangan, kan?

Ah. Memalukan. Hafalan yang tidak bertambah, amalan yang cenderung futur, bahkan dzikrullah yang tidak se-syahdu dulu. Astagfirullah.

Memang sih, menjadi seorang pejuang dakwah itu banyak resikonya. Ketika kita memble akan selalu banyak tamparan sana-sini sampai kita rasanya babak belur. Harus banyak memikirkan image label agama, umat, lembaga, dan hal lain yang terkait dengan kita. Tapi apakah hidup kita hanya diperjuangkan sampai sebatas pencitraan diri dari sudut pandang orang lain?

Ah, ya. Sebetulnya tujuan dari semua tujuan, bermuara pada Tuhan kan? Pencitraan, menilai, pembelajaran, pengajaran, pendidikan, perencanaan, strategi, aksi, reaksi, pasif, aktif. Tanpa memandang golongan atau kelompok manapun, selama masih bertujuan kepada Allah dan berdasarkan kepada sunnah, hadist, dan Al-Qur'an, kenapa perbedaan harus menjadi masalah besar? Bukankan perbedaan adalah rahmat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar