Selasa, Desember 29, 2015

Leaving 2015

Subhanallah. 
2015 itu adalah tahun yang luar biasa dimana saya baru memperoleh SK skripsi dan mulai progresif mengerjakan skripsi secara legal. Well, kenapa harus skripsi lagi?
Luar biasa sekali skripsi. Skripsi memang bukan segalanya, it's just a tinny thing about college life. 
Ya, memang dia adalah salah satu alasan kenapa saya masih juga belum memperoleh gelar S.Psi sedangkan mayoritas teman-teman seangkatan saya sudah. Tapi, apa hidup itu hanya berputar di sekitar gelar.

Skripsi bukan segalanya, tapi integritas kita pada hal yang paling kecil juga diuji dalam skripsi. Ah, bukan hanya ujian mengenai penguasaan konsep, metodologi penelitian, dan integritas seorang ilmuan psikologi saja. Ia juga salah satu ujian kehidupan mengenai bagaimana melalui proses. Proses yang mungkin Tuhan takdirkan seperti ini sehingga setidaknya saya bisa lebih mengenal ilmu psikologi yang saya pelajari di kelas perkuliahan selama 3,5 tahun.

Kini, saya dalam perjalananan meninggalkan kepingan-kepingan waktu. Baik yang telah saya manfaatkan dengan baik, maupun yang saya sia-siakan dengan hanya menonton dan melamun. Sudahkah saya produktif di tahun 2015 ini? Ah, skripsi saja belum selesai.

Bagaimana dengan jalan perjuangan?

Malu saja tidak cukup menggambarkan rasa saya jika membahas tentang perjuangan untuk agama. Saya melalui banyak hal yang cukup panjang hingga akhirnya berada di titik saat ini. Syukur alhamdulillah. Saya pernah berdoa sangat keras di masalalu mengenai perlindungan Allah. Saya rasa, saya banyak ditolong oleh doa-doa, terutama dari orang-orang yang tidak mengeraskan doanya untuk saya. Dari mereka yang dalam lirih menyebut nama saya untuk memperoleh penjagaan dari Allah. Saya cukup merasakan, betapa fitnah akhir jaman itu begitu... menggoyahkan.

Sedikit mereview filsafat mengenai agama Louis Kastof. Dalam buku pengantar menuju alam filsafat, Louis Kastof menekankan bahwa bepikir filsafat adalah berpikir bahwa tidak ada kebenaran yang pasti. Kita tidak pernah tahu kebenarab itu benar, sampai kita benar-benar kebenaran itu terbukti. Kastof juga berpendapat kalau doktirn agama, agama manapun itu, menekankan bahwa doktrin mereka-lah yang paling benar.

Ketika membaca mengenai hal tersebut, saya dibuat termenung dan berpikir cukup lama dan dalam mengenai keimanan dalam islam. Bagaimana konsep keimanan dalam islam? Sedangkal apa keimanan saya? Saya memerlukan pembuktian mengenai kebenaran sampai sejauh apa?

Film Soe Hok Gie juga cukup menohok saya. Gie adalah manusia, dia tidak sempurna. Saya juga. Saya melihat Gie terlalu mengagungkan kegelisahannya. Dia melihat jalan kebenaran hanya dicapai oleh satu titik. Inkonsistensi Gie pada sebuah afiliasi pergerakan juga membuat saya termenung. Pada akhirnya, Gie juga, bersama kawan-kawannya, membuat pergerakan mengenai pemikiraannya sendiri. Gie pada akhirnya bersama kegelisahan dan pemikirannya. Kita ingin berakhir seperti apa? Apa yang sebenarnya kita cintai? Hidup atau kehidupan? Apa yang sebenarnya kita inginkan?

Kelompok dan pergerakan adalah keniscayaan dalam kehidupan. 
Manusia adalah sejenis makhluk dari kingdom animalia yang bisa mati karena kesepian dan kesendirian (Oh Soo Jin- Oh My Venus, sebuah drama korea). 
Keunikan manusia adalah di bagian otak prefrontal mereka. Keunikan manusia juga mereka punya hati nurani. Keunikan mereka, mereka butuh penghargaan diri tapi butuh juga perlindungan diri. Dimana kita bisa menemukan akal, hati nurani, dan perlindungan?

Oh ya, saya hampir lupa. Tahun 2015 juga adalah tahun pergolakan antara menjadi diri sendiri yang unik, mengikuti kata hati nurani atau menjadi orang mainsteram, seperti kebanyakan orang? Saya belajar menjadi 'egois' dan menjadi 'toleran'. Ah, terlalu banyak hal terjadi selama tahun ini.

Sekarang, 51 jam lagi, tahun 2015 akan menemui akhirnya. Kita juga akan segera. Kapan? Tuhan yang tahu. Kita hanya berdoa dan berusaha.
Hasbunallah wa ni'mal wakil...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar