Aku tidak ingin memilih, aku juga tidak berandai bisa memilih.
Kalian tahu, pagi pecinta realitas seperti saya, memilih bisa menjadi hal mudah dan sekaligus menyulitkan. Antara cinta dan realita. Ada realitas yang mempesona, dengan cinta yang seolah semu tapi menentramkan jiwa.
Belakangan ini di media masa luar biasa perang pemikiran antara isu sara dan penista agama. Semua berpendapat mengenai kebenaran. Ah, jawabnya ternyata ada di ujung langit. Tapi kita kesana harus dengan menjadi anak yang tangkas dan juga pemberani. Bertarung dengan segala kekuatan yang ada, untuk mengetahui tentang hakikat kebenaran. Berharap, semoga hidup akan jadi lebih baik.
Agnostik (inlander)?
Bukan. Saya punya pendapat dan kecenderungan juga, tapi masih susah move on. Jaman sudah berubah, Bung. Romansa tentang keindahan dunia memang benar-benar fana. Bahkan tarian angin di pegunungan Alphen juga.
Tapi aku belum bisa melupakan indahnya Himalaya... Huft.
Kepercayaan, cinta, keadilan, kebenaran, kebaikan, persatuan, rasa memiliki, kekuatan, kemenangan, janji dan harapan.
Yang saya syukuri, saya mempercayai dengan doa dan kekuatan Sang Pencipta Alam Semesta.
Segala puji bagi Mu, yaa Rabbana...
Syukur adalah obat kecemasan dan kegelisahan paling mujarab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar