Aku pernah menari dalam sebuah kegelapan
Tak seorangpun melihat
Hingga ku pun melihat cahaya rembulan yang memancar seakan menyinariku
Padahal angin terus membelaiku dalam gelap hingga aku terang...
Rully membuka pintu kelas. Belum ada siapa-siapa. Hanya bangku-bangku yang berjejer rapi dikelas. Kelas pun masih bersih sejak piket kemarin sepulang sekolah. Seperti biasa, bocah mungil itu datang paling pagi.
Ketika sedang menurunkan bangku kelasnya, Rully mendengar derapan langkah terburu-buru mendekat. Hingga sesosok gadis tinggi besar menampakan dirinya di depan pintu dengan nafas yang terengah-engah. Matanya yang sipit membesar karena terkejut sudah ada orang di kelas.
"Kamu?!", mimik wajah polosnya menunjukan rasa terkejut.
"Pagi...", Rully menyambut Mei, gadis tinggi besar itu, dengan senyuman ramah yang bisa ia berikan.
"Kok udah dateng?", gadis itu masih terheran.
"Biasanya juga aku dateng jam segini", jawab Rully polos.
"Oooh...", Mei terlihat agak kecewa dia tak jadi yang pertama datang pagi ini.
"Kamu sendiri tumben dateng pagi-pagi?"
"Aku, lagi pengen aja dateng pagi", Mei menjawab dengan wajah yang tak terlalu ceria, lalu berjalan gontai menuju bangkunya.
Setelah duduk di kursinya, Mei segera memposisikan tas sekolahnya agar mudah dipeluk dari depan oleh Mei. Lantas Mei memeluk tasnya, dan membuka sedikit seleting tasnya, dan terlihat sedikit dari luar ada amplop biru di tas itu.
Teruntuk Rully Andrean
di Tempat
Mei mendesah pelan,
"Huuuft....".
***
12 tahun berlalu....
Mei membuka kaleng kenangannya di gudang atap. Kaleng itu sudah penuh debu diatas permukaan luarnya. Terakhir Mei membuka kaleng itu setelah kelulusan SMA, 6 tahun silam. Diari terakhir Mei ada di tumpukan paling atas, dan tak berubah hingga detik ini. Mei memang sengaja menaruhnya di tempat tersembunyi.
Sejak lulus SMA, Mei sudah jarang menulis diary lagi. Sehingga Mei membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan diary nya yang terakhir ini. Butuh 6 tahun untuk menghabiskan diary setebal 100 lembar. Mei terlalu sibuk dengan kegiatannya, sehingga sulit untuk menyisihkan waktu menulis untuk Mei.
Mei merasa rindu dengan kenangannya, hingga Mei memutuskan untuk bernostalgia dengan sedikit me "review" masa lalu lewat tulisan tangannya. Rasa rindu yang kuat mendorongnya untuk mengeksekusi keinginannya.
Mei selalu menyimpan kenangan-kenangan tertulisnya di kaleng kenangan itu. Termasuk surat beramplop biru yang ia tulis 12 tahun lalu. Surat yang sampai detik ini belum Mei berikan kepada seseorang yang tertera sebagai penerimanya. Rully Andrean.
Seseorang yang pertama kali Mei sukai di bangku sekolah dasar. Seseorang yang menjadi bayang-bayang dominan dalam masa sekolah menengah Mei, meski Mei juga sempat menyukai orang lain, namun sosok ini tak penah lepas seutuhnya dari bayangnya.
Hingga bangku kuliah, dimana Mei memutuskan untuk aktif di lembaga yang bergerak di bidang kerohanian dan dakwah Islam. Suatu kepercayaan baru yang cukup berat bagi Mei. Dimana ia harus menjadi berbeda dengan mayoritas keluarga yang mengalir darah yang sama salam tubuhnya. Ketika Mei memtuskan untuk berhijrah, dan memulai semuanya. Semua perjuangan yang Mei putuskan menjadi jalan hidupnya. Untuk sebuah hal yang menjadi dambaan dari tiap hamba, ridho Sang Pencipta.
Mei menghela nafas panjang ketika menyadari dirinya telah menyelami kenangan-kenangan masalalunya. Kenangan yang sudah hampir ia lupakan beberapa tahun ini. Kenangan yang sangat jarang melintas dalam benaknya. Kenangan yang tiba-tiba ia sangat merindukannya.
"Astagfirullah...", Mei cepat beristigfar.
Mei takut kenangan yang kini amat ia rindukan, menjadi sesuatu yang membawanya terlena dari kesiagaan menjadi hamba Tuhannya. Hamba dari Pencipta Semesta. Hingga Mei terus melalntunkan kalimat-kalimat mengEsakan Tuhan yang Esa, tak berbilang.
Mei segera membereskan arsip-arsip kenangannya, menyimpannya di tempat aman dan pergi meninggalkan gudang.
***
Sejak dari gudang beberapa hari lalu, kenangan Mei. masih terus terbayang.
"Astagfirullah...", Mei berusaha menepisnya.
tittt... talittuuuuuut.....
Handphone Mei berbunyi. Wanita yang Mei panggil Umi, guru mengaji Mei, menelpon.
"Assalamualaikum.."
"Walaykumsalam... Iya Umi?"
"Hari ini bisa ketemu sayang?"
"Ada apa Umi?"
"Hanya mau memberikan biodata calonmu. Sudah ada yang cocok dan bersedia...."
Degh! Dada Mei berdebar.
"Insya Allah sore ini Mei ke rumah Umi."
"Alhamdulillah... Ditunggu sayang ya. Assalamualikum..."
Klik
Telepon terputus.
***
"....Insya Allah dia cocok dengan mu. Dia juga akan tinggal di Swedia. Hanya dia pergi bulan depan."
"Bu.. bu.. bulan depan, Umi?"
"Iya sayang. Hanya berbeda 5 bulan bukan denganmu. Teknis kedepannya bisa kalian bicarakan nanti."
"......."
"Kenapa sayang?"
"Saya khawatir Umi..."
Umi mengerutkan dahinya,
"Maksudmu?"
"Beliau teman saya di sekolah dasar.."
"Jadi?"
"Saya ragu Umi..."
"Istikharoh sayang....", Umi membelai Mei lembut.
Ya! Istikharoh!
Mei mengagguk pelan.
"Pasti, Umi."
Umi tersenyum.
Rully Andrean. "Kawan" lama, yang ternyata hijrah ke jalan yang sama.
Mei menarik nafas pelan.
Aku mohon yang terbaik dariMu , Ya Rabb... Aku ridha semua kehendakMu...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar